Saat serangkaian takut pun kalut datang melingkupiku tiap malam, dia datang, teman.
Teman, ia menggenggam tanganku hangat, dengan tulus tersenyum menenangkan.
Teman, ia dengan senang hati menghiburku sendiri, setelah lelah baru ia berhenti, lalu dalam sekejap menuntunku jauh mengikutinya hingga ke tepi.
Teman, dia bersedih ketika lihat lukaku bersemayam di tangan, membiru memar saat tau kepalaku sering dibenturkan.
Teman, dia bilang “lukamu sebenarnya tidak hanya itu,” lalu ku terdiam, memang.
Teman, dia rendam lukaku di lautan, berharap tenggelam tak akan kembali ke dasar.
Teman, dia selalu datang merayakan.
Teman, akhirnya aku dirayakan.