Dentuman itu terdengar keras nan bising, menyerbuku selalu tiada ampun.
Aku bersembunyi di balik cacat yang menyayat.
Tak ada yang tunda percaya jika ku pernah menyerah ampun.
“Kamu harus begini nanti!” adalah seruan kalimat rumit.
Terus ditunda-tunda harapan, terus ditelan dan disembunyikan.
Sampai kapan hidup harus apa tentang maunya?
Tak sadarkah diri hanya punya sendiri?
Ditumpuk luka yang menggunung, melihat peristiwa kejam bagai cerita karangan lampau.
Ku jawab, “tidak!” Rona ku merah padam, luap marah tapi ku redam.
Tidak untuk menjadi apa katanya, aku bukan boneka peran, pun ia bukan Tuhan.
Tong kosong nyaring bunyinya
Lantas tak dapat ku percaya pula segala ucapnya, tak nyata pun ada hasilnya.
Sudahkah sadari, hidup terkungkung ekspetasi bisa-bisa mati berdiri.
Biar ku jadikan itu bagian perjalanan sakit yang meradang
Mengharuskan ku pergi melanglang buana ke dalam utopia.
Tak ada bahagia yang nyata ada
Aku dan kamu adalah sekian orang yang tertipu.
Nyata saja, buka mata!